Artikel

6/recent/ticker-posts

Karakteristik Seorang Siswa

Pengertian karakteristik siswa adalah bagian-bagian pengalaman siswa yang berpengaruh pada keefektifan proses belajar (seels dan Ricey, 1994). Pemahamantentang karakteristik siswa bertujuan untuk mendeskripsikan bagian-bagian kepribadian siswa yang perlu diperhatikan untuk kepentingan rancangan pembelajaran. Ardhana (1999) lebih jelas mengatakan bahwa karakteristik siswa adalah salah satu variabel dalam domain desain pembelajaran yang biasanya didefinisikan sebagai latar belakang pengalaman yang dimiliki oleh siswa termasuk aspek-aspek lain yang ada pada diri mereka seperti kemampuan umum, ekspetasi terhadap pengajaran, dan ciri-ciri jasmani serta emosional, yang memberikan dampak terhadap keefektifan belajar.
Karakteristik siswa menurut Degeng (1991) adalah aspek-aspek atau kualitas perseorangan siswa yang telah dimilikinya. Menganalisis karakteristik siswa dimaksudkan untuk mengetahui ciri-ciri perseorangan siswa hasil dari kegiatan ini berupa daftar yang memuat pengelompokkan karakteristik siswa. Sebagai pijakan mempreskripsikan metode yang optimal untuk mencapai hasil belajar tertentu. Karakter siswa sebagai salah satu variabel dominan desain pembelajaran akan memberikan dampak terhadap keefektifan belajar. Selama ini teori-teori dan prinsip-prinsip pembelajaran yang dikembangkan di Indonesia lebih berpijak pada karakteristik siswa di mana teori itu dikembangkan, lebih khusus lagi, adalah karakteristik siswa di negara-negara Barat terutama di Amerika Serikat (Degeng; 1991). Adopsi teori-teori dan prinsip-prinsip pembelajaran oleh perancang pembelajaran di Indonesia sering kali menemui kegagalan. Ini dimungkinkan oleh dasar pijakan yang berbeda dari satu variabel kondisional yang berbeda dengan kondisi di mana pembelajaran dilakukan.
Variabel yang berhubungan dengan karakteristik siswa dan budayanya penting dijadikan pijakan pengembangan program-program pembelajaran moral.
Teori-teori dan prinsip-prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran moral di Indonesia seharusnya dikembangkan dengan berpijak pada informasi tentang karakteristik siswa dan budayanya. Pada tahap penalaran moral mana mereka berada, bagaimana kepercayaaan eksistensial/iman, empati, dan peran sosial mereka. Ini semua amat diperlukan oleh para guru, pendidik, teknolog. Dan perancang pembelajaran dalam uapaya pengembangan program-program pembelajaran moral dan produksi sumber-sumber belajar moral, seperti buku-buku teks, program-program audio, video, TV, maupun program pendidikan moral melalui komputer. Informasi mengenai pada perkembangan moralitas mana mereka berada, akan bermanfaat untuk keperluan mengembangkan dan memproduksi bahan-bahan pembelajaran moral, khususnya yang berkaitan dengan bagaimana cara mengorganisasi isi/ pesan pembelajaran. Jika siswa cenderung masih berada pada tahap penalaran moral kedua, maka isi pembelajaran lebih banyak distruktur/organisasi untuk dapat merangsang aspek kognitif siswa agar berkembang menuju pada tahap kesadaran moral ketiga. Pengorganisasian ini pembelajaran lebih banyak menyediakan argumen-argumen sesuai dengan tahap penalaran moral ketiga. Demikian juga jika siswa cenderung masih berada pada tahap perkembangan moral ketiga, maka penstrukturan isi/pesan pembelajaran lebih banyak mennyediakan argumen-argumen yang sesuai untuk penalaran moral tahap keempat. Situasi pembelajaran moral harus membantu perkembangan kognitif anak aga berkembang dari tahap satu samapai tahap keenam (kohlberg, 1977).

Informasi mengenai pada tahap kepercayaan eksistensial/iman mana kecenderungan siswa berada, bagaimana pula kecenderungan peran sosial mereka akan memberikan petunjuk mengenai cara pengorganisasian isi pembelajaran moral dan pengelolaan pembelajaran, sebab aspek-aspek tersebut berhubungan secara paralel dengen perkembangan moral (Cremers, 1995). Pengelolaan pembelajarandapat dilakukan dalam benuk pemberian tugas-tugas yang dapat merangsang perkembangan aspek-aspek tersebut.

Post a Comment

0 Comments