Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari
suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan
jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik
tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika
kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya,
hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran di Indonesia
adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan,
mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses
pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya
manusia Indonesia yang lebih baik.
Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah
menjadi rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia
relative lebih randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang tidak
mengambil sitem free cost education. Namun mengapa kita menganggap
pendidikan di Indonesia cukup mahal? Hal itu tidak penulis kemukakan di sini jika
penghasilan rakyat Indonesia cukup tinggi dan sepadan untuk biaya pendidikan.
Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita
tidak hanya berbicara tentang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga
pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara
tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya
transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita
pilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan
biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya
adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang
ketika penulis amati, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang bersangkutan. Yang
mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya,
yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.
Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia,
masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan amati lapangan, dapat kita
lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika
dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya,
ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan
diakhiri sampai pukul 16.00. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika
penulis amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang
menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga
pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas
juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga,
karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi
pendidikan formal yang dinilai kurang.
Doly, Marah. "Penerapan Strategi Instan Asessment untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Matematika Siswa AMP Al Hidayah Medan TP 2013/2014." Jurnal EduTech 1.1 (2015): 3.
Doly, Marah. "Penerapan Strategi Instan Asessment untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Matematika Siswa AMP Al Hidayah Medan TP 2013/2014." Jurnal EduTech 1.1 (2015): 3.
Selain itu, masalah lain efisiensi pengajaran yang
akan penulis bahas adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang
menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya
mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih.
Yang penulis lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan
oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A
mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan,
yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita
melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah
pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga
mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.
Sistem pendidikan yang baik juga berperan penting
dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Sangat disayangkan juga
sistem pendidikan kita berubah-ubah sehingga membingungkan pendidik dan peserta
didik.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan
sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi
yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga
kurikulum baru yang telah dibuat oleh pemerintah yaitu Kurikulum 2013 yang
sampai saat ini masih menjadi pembicaran di kalangan lembaga-lembaga yang
terkait dengan pendidikan. Dikarenakan dalam pembuatan kurikulum tersebut
pemerintah menggunakan anggaran yang sangat besar. Ketika mengganti kurikulum,
kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi
pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya
pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum
yang dianggap kurang efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang
dinilai lebih efektif.
Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan
dapat dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relative tetap, atau
jika masukan yang sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang optimal.
Konsep efisiensi sendiri terdiri dari efisiensi teknologis dan efisiensi
ekonomis. Efisiensi teknologis diterapkan dalam pencapaian kuantitas keluaran
secara fisik sesuai dengan ukuran hasil yang sudah ditetapkan. Sementara
efisiensi ekonomis tercipta jika ukuran nilai kepuasan atau harga sudah
diterapkan terhadap keluaran.
Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas.
Efektivitas merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas
berkaitan erat dengan pencapaian tujuan relative terhadap harganya. Apabila
dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka suatu program pendidikan yang efisien
cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaansumber-sumber
pendidikan yang sudah ditata secara efisien. Program pendidikan yang efisien
adalah program yang mampu menciptakan keseimbangan antara penyediaan dan
kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian tujuan tidak
mengalami hambatan.
3. Standardisasi Pendidikan Di Indonesia
Jika bangsa Indonesia ingin meningkatkan mutu pendidikan, maka bangsa
ini juga harus berbicara tentang
standardisasi pengajaran yang akan digunakan. Tentunya setelah melewati proses
untuk menentukan standar yang akan diambil guna untuk meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia. Dunia pendidikan terus berudah. Kompetensi yang
dibutuhkan oleh masyarakat terus-menertus berubah apalagi di dalam dunia
terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi.
Kompetendi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga
pendidikan haruslah memenuhi standar sesuai dengan perkembangan zaman yang
semakin maju seperti sekarang ini.
Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan
kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan
terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an
kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan
baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan
Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP). Tinjauan terhadap standardisasi dan
kompetensi untuk meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa penulis dalam pengunkapan
adanya bahaya yang tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang
terkekung oleh standar kompetensi saja sehingga kehilangan makna dan tujuan
pendidikan tersebut.
Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan
bagaiman agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan
yang diambil efektif dan dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak
perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang
diperoleh, yang terpentinga adalah memenuhi nilai di atas standar saja. Hal
seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seperti kehilangan
makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu
penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan
kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam
kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Penulis menilai
adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang penulis
sesalkan dan sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan
lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali
saja tanpa melihat proses yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses
pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya berlangsug sekali, evaluasi
seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang
studi lain yang telah didikuti oleh peserta didik di sekolah.
Banyak hal lain juga yang sebenarnya dapat penulis
bahas dalam pembahasan sandardisasi pengajaran di Indonesia. Juga permasalahan
yang ada di dalamnya, yang tentu lebih banyak, dan membutuhkan penelitian yang
lebih dalam lagi Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu
tidah hanya sebatas yang penulis bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan
rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan
jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita
mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di
Indonesia sehingga jadi lebih baik lagi. Dan dapat mewujudkan tujuan dasar dari
pendidikan di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini.
0 Comments