Menurut
Lillie, kata moral berasal dari kta mores (bahasa latin) yang berarti tata cara
dalam kehidupan atau adat istiadat (Pratidarmanasiti, 1991). Dewey mengatakan
bahwa moral sebagai hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai susila (Ginder,
1978). Sedangkan baron, dkk. (1980) mengatakan bahwa moral adalah hal-hal yang
berhubungan dengan larangan dan tindakan yang membicarakan salah atau benar.
Oleh Magnis-Suseno (1987) dikatakan bahwa kata moral selalu mengacu pada baik
dan buruknya manusia sebagai manusia sehingga bidang moral adalah bidang
kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikkannya sebagai manusia. Norma-norma
moral adalah tolak ukur yag dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan
seeseorang. Menurut Magnis-Suseno, sikap moral yang sebenarnya disebut
moralitas. Ia mengartikan moralitas sebagai sikap hai orang terngkap dalam
tindakan lahiriah. Moralitas terjadi apabila orang mengambil sikap yang baik
karena ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawab dan bukan karena ia mencari
keuntungan. Jadi, moralitas adalah sikap dan perbuatan baik yang betul-betul
tanpa pamrih. Hanya moralitas dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih.
Hanya moralitaslah yang bernilai secara mnoral (Magnis-Suseno, 1987). Kohlberg
(dalam Duska & Whelan, 1975) tidak memusatkan perhatian pada perilaku
moral, artinya apa yang dilakukan leh seorang individu tidakk menjadi pusat
pengamatannya. Ia menjadikan penalaran moral sebagai pusat kajiannya.
Dikatakannya bahwa mengamati perilaku tidak menunjukkan banyak mengenai
kematangan moral. Seorang dewasa dengan seorang anak kecil barangkali
perilakunya sama, tetapi seandainya
kematangan moral mereka berbeda. Tidak akan tercermin dalam perilaku mereka.
Kohlberg
dalam menjelaskan pengertian moral menggunakan istilah-istilah seperti
moral-reasoning, moral-thinking, dan moral-jugdement sebagai istilah-istilah
yang mempunyai pengertian sama dan digunakan secara bergantian. Istilah
tersebut dialih bahasakan mennadi penalaran moral (Setiono dalam
Pratidarmanastiti, 1991). Penalaran moral merekalah yang mencerminkan perbedaan
kematangan moral tersebut.
Penalaran
moral menekankan pada alasan mengapa suattu tindakan dilakukan, daripada sekedar
arti suatu tindakan, sehingga dapat dinilai apakah tindakan tersebut baik atau
buruk. Kohlberg juga tidak memusatkan perhatian pada pernyataan (statement)
orang tentang apakah tindakan tertentu itu benar atau salah. Alasannya,
seseorang dewasa dengan seorang anak kecil mungkin akan mengatakan sesuatu yang
sama, maka di sini tidak tampak adanya perbedaan anatara keduanya. Apa yang
berbeda dalam kematangan moral adalah pada penalaran yang diberikannya terhadap
sesuatu hal yang benar atau salah.
Penalaran
moral dipandang sebagai struktur oemikiran bukan ini. Dengan demikian penalaran
moral bukanlah tentang apa yang baik atau buruk, tetapi tentang bagaimana
seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk
(Kohlberg, 1977;1981). Penalaran-penalaran moral inilah yang menjadi indikator
dari tingkatan atau tahapan kematangan moral. Memperhatikan penalaran mengapa
suatu tindakan salah, akan lebih memberi penjelasan daripada memperhatikan
tindakan (perilaku) seseorang atau bahkan mendengar pernyataan bahwa sesuatu
itu salah (Duska dan Whelan, 1975). Jika penalaran moral dilihat sebagai isi,
maka sesuatu diaatakan baik atau buruk akan sangat tergantung pada lingkungan
sosial budaya tertentu, sehingga sifatnya akan sangat relatif, tetapi jika
penalaran moral dilihat sebagai struktur, maka dikataka bahwa ada perbedaan
penalaran moral seseorang anak dengan orang dewasa dan hal ini dapat
diidentifikasikan tingkat perkembangan moralnya, (Kohlberg dalam Cremers, 1995)
0 Comments