Artikel

6/recent/ticker-posts

Fungsi Kepala Sekolah Sebagai Ka.Mabigus


Kepramukaan ialah proses pendidikan luar lingkungan sekolah dan di luar keluarga dalam bentuk kegiatan menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, praktis, yang dilakukan di alam terbuka dengan prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan, yang sasaran akhirnya pembentukan watak.
Berbeda dengan pendidikan nonformal lainnya, Kepramukaan mencakup keempat “soko guru” pendidikan, yaitu: belajar mengetahui, belajar berbuat, belajar hidup bersama dan belajar menjadi seseorang, serta memiliki sistem pendidikan terorganisasi dan lengkap dengan lima komponen utamanya, yakni: Tujuan Pendidikan, Peserta didik, Yang Mendidik, Metode Pendidikan dan Materi pendidikan atau kurikulum.


Pendekatan pendidikan yang digunakan dalam kepramukaan adalah pendekatan yang utuh dan menyeluruh (holistik). Namun demikian, kepramukaan tetap merupakan pelengkap jalur-jalur pendidikan lainnya dan memberi kontribusi kepada keseluruhan pendidikan anak muda.
Melihat uraian di atas, jelas bahwa kegiatan kepramukaan adalah kegiatan menarik yang dilakukan di alam terbuka. Kegiatan ini merupakan salah satu ciri khas pelaksanaan kegiatan Pramuka yang membedakan kegiatan tersebut dengan kegiatan di luar kepramukaan.
Sayangnya kegiatan kepramukaan di sekolah sangat dipengaruhi oleh minat atau peran Kepala Sekolah yang menjabat sebagai Ketua Majelis Pembimbing Gudep (eks oficio) melekat pada jabatannya. Sehingga seberapa banyak pemahaman seorang Kepala Sekolah sangat berpengaruh terhadap kegiatan kepramukaan di gugus depannya. Jika seorang Kepala Sekolah pernah mengalami pengalaman buruk selama menjadi peserta didik (terutama kaitannya dengan kepramukaan) maka hal ini akan berpengaruh pada policynya terhadap kegiatan kepramukaan di sekolah yang dipimpinnya. Jadi kalau boleh saya katakan jika Kepala Sekolah tidak suka dengan gerakan pramuka maka praktis tak akan ada ijin untuk berkegiatan, entah mungkin dianggap kegiatan yang tidak berguna, latihan terus kapan prakteknya?,  menghambur-hamburkan uang dan masih seabrek alasan lain untuk meniadakan kegiatan kepramukaan.
Ditambah lagi seorang Kepala Sekolah tak juga merasa penasaran untuk meluruskan pemahamannya dengan mencari tahu aturan yang benar tentang kepramukaan. Sepertinya apriori yang salah tetap menjadi pegangan bagi dirinya kalau Pramuka itu tidak bermanfaat.
Padahal beberapa waktu lalu, Wakil Presiden Boediono, di sela kunjungannya ke Pulau Sebatik, Nunukan, Kalimantan Timur, menyatakan, kegiatan kepramukaan di sekolah akan diperbolehkan menggunakan dana BOS. Semua itu akan berlaku di sekolah negeri maupun swasta. Wapres Boediono mengatakan, kegiatan kepramukaan akan diprioritaskan untuk pembentukan karakter.
Setali tiga uang, Pembina Pramuka di gugusdepan pun hanya melaksanakan tugas karena perintah kepala sekolah bukan karena kemampuan dan keahliannya membina generasi muda. Padahal peran pembina Pramuka sebagai pendidik tidak bisa dilaksanakan secara tradisional seperti yang biasa dilakukan dalam lingkungan pendidikan lain. Ketika  menganalisis Regu sebagai sebuah komunitas pembelajaran, semua proses pembelajaran merupakan proses perubahan. Itulah sebabnya Pembina Pramuka harus berperan sebagai agen perubahan (agent of change).
Pembina menciptakan rangsangan antara kenyataan dan idealisme di masa depan. Rangsangan ini mendorong peserta didik untuk bertindak sesuai visi tentang masa depan yang lebih baik dan menjadi lebih baik. Pembina menunjukkan kepada peserta didik tentang masa depan dan menjadikannya kenyataan. Mendidik adalah menunjukkan pentingnya  masalah perkembangan diri, dan menunjukkan kemungkinan-kemungkinan di masa depan, yang mendampingi peserta didik untuk menjadi apa yang mereka bisa inginkan serta meneruskan nilai-nilai yang mereka butuhkan untuk memperoleh akses ke masa depan, untuk mengubah realitas saat ini.
Agar dapat memikul tanggung jawabnya, Pembina harus memiliki dan memenuhi persyaratan pokok atau persyaratan umum tentang sifat dasar pendidikan dalam kepramukaan yang meliputi: a) kesehatan mental; b) kestabilan emosi; c) kepantasan moral; d) kendali agresivitas; e) kencenderungan otoriter; dan f) perlakuan yang penuh rasa hormat dan berbudi terhadap orang lain, terutama peserta didik.
Pembina tidak boleh lupa bahwa peserta didik tidak bergabung dengan Satuan Pramuka untuk belajar mata pelajaran tertentu atau mencari nilai seperti di sekolah. Mereka tidak datang untuk menerima kasih sayang seorang kebapakan atau keibuan. Itu sudah mereka dapatkan di rumah. Mereka tidak datang untuk menerima perintah agama. Itu bisa dilakukan di tempat ibadah. Mereka tidak bergabung dengan Satuan untuk mengembangkan keterampilan fisik. Untuk itu, mereka bisa ikut klub olah raga. Mereka tidak datang untuk mempelajari disiplin yang kaku atau mematuhi perintah. Mereka bisa bergabung ke militer kalau mereka mau untuk itu.
Pembina Pramuka harus berusaha menguasai bahan latihan kegiatan, meskipun tidak menutup kemungkinan untuk mengunakan tenaga orang lain yang lebih menguasai dan menghayati bahan-bahan dalam membina peserta didik, Penguasaan bahan latihan perlu ditunjang dengan penggunaan metode yang tepat, sesuai dengan kepentingannya.

Post a Comment

0 Comments