Rendahnya
kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang rendah,
terang saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang
mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek,
pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya.
Dengan adanya UU
Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan.
Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu
disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai,
antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan
profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan
tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak
atas rumah dinas. Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri
menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan
swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal.
1.
Rendahnya
prestasi siswa
Sebelum
membicarakan pengertian prestasi belajar yang rendah, terlebih dahulu akan
dikemukakan apa yang dimaksud dngan belajar. Para pakar pendidikan mengemukakan
pengertian yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, namun demikian selaku
mengacu pada prinsip yang sama yaitu setiap orang yang melakukan proses belajar
akan mengalami suatu perubahan dalam dirinya. Prestasi belajar dapat diartikan
sebagai hasil yang dicapai oleh individu setelah mengalami suatu proses belajar
dalam jangka waktu tertentu. Prestasi belajar juga diartikan sebagai kemampuan
maksimal yang dicapai seseorang dalam suatu usaha yangmenghasilkan pengetahuan
atau nilai-nilai kecakapan.
Pendidikan merupakan persoalan
penting bagi kemajuan suatu bangsa. Dalam hal ini sekolah sebagai lembaga
pendidikan merupakan tempat terjadinya proses pembelajaran yang diusahakan
dengan sengaja untuk mengembangkan kepribadian dan segenap potensi siswa
sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional. Belajar adalah proses
perubahan tingkah laku akibat dari interaksi dengan lingkungannya. Perubahan
tersebut menyangkut perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai sikap.
Hasil belajar dapat dikatakan membekas atau konstan, jika perubahan yang
terjadi akibat proses belajar tahan lama dan tidak mudah terhapus begitu saja.
Prestasi belajar
dibagi menjadi dua, yaitu :
(1) Prestasi
belajar yang baik dan
(2) Prestasi
belajar yang buruk.
Prestasi belajar
yang baik adalah hasil yang dicapai individu berupa nilai yang bagus. Sedangkan
prestasi yang buruk adalah hasil yang dicapai oleh individu berupa nilai yang
tidak memuaskan.
Kemampuan
berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar.
Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajar. Siswa menunjukan bahwa
ia telah mampu memecahkan tugas tugas-tugas belajar atau mentransfer hasil
belajar. Dari pengalaman sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian
siswa tidak mampu berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi tersebut
terpengaruh oleh proses-proses penerimaan, pengaktifan para pengolahan dan
pengalaman. Bila proses tersebut tidak baik, maka siswa dapat berprestasi
kurang atau dapat juga gagal berprestasi.
Adapun gejala-gejala rendahnya
berprestai belajar siswa sebagai berikut;
1.
Siswa kurang merasa senang atau kurang
semangat dalam belajar.
2.
Siswa mengikuti pelajaran semata-mata
agar tidak tinggal kelas
3.
Siswa mengikuti belajar bukan untuk
menambah ilu, tetapi diharuskan mengikuti.
4.
Prestasi belajar rendah karena motivasi
belajarnya rendah.
Sehingga sangat wajar apabila
pembangunan kualitas manusia indonesia berdasarkan hasil penelitian United
National Develofment Program (UNDP) tahun 2000, kualitas pendidikan di
Indonesia dalam indeks pembangunan kemanusiaan, berada pada peringkat 109.
Sementara singapura, malaysia, Filipina dan Thailand berada diangka ke 34.
Secara tegas potret jebloknya pendidikan dinegeriini mustahil mampu membangun
karakter bangsa seperti yang diharapkan bersama karena segala infrastruktur dan
suprastrukturnya buruk (Moh Yamin : 2008).
Dengan keadaan yang demikian itu
(rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian
prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai
misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia
internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study
(TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44
negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam
hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa
Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations
for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang
kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang
berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia
hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan
negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.
Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia
(Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational
Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV
SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD:
75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7
(Indonesia).
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30%
dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal
berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan
soal pilihan ganda.
Selain itu, hasil studi The
Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA,
1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP
kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika.
Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas
yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya
mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.
0 Comments