Asal mula Aljabar dapat ditelusuri berasal
dari bangsa Babilonia Kuno yang mengembangkan sistem aritmatika yang cukup rumit,
dengan hal ini mereka mampu menghitung dalam cara yang mirip dengan aljabar
sekarang ini. Dengan menggunakan sistem ini, mereka mampu mengaplikasikan rumus
dan menghitung solusi untuk nilai yang tak diketahui untuk kelas masalah yang
biasanya dipecahkan dengan menggunakan persamaan Linier, Persamaan Kuadrat dan
Persamaan Linier tak tentu. Sebaliknya, bangsa Mesir, dan kebanyakan bangsa
India, Yunani, serta Cina dalam milenium pertama sebelum masehi, biasanya masih
menggunakan metode geometri untuk memecahkan persamaan seperti ini, misalnya
seperti yang disebutkan dalam ‘the Rhind Mathematical Papyrus’, ‘Sulba Sutras’,
‘Euclid’s Elements’, dan ‘The Nine Chapters on the Mathematical Art’. Hasil
karya bangsa Yunani
dalam Geometri, yang tertulis dalam kitab Elemen,
menyediakan kerangka berpikir untuk menggeneralisasi formula matematika di luar
solusi khusus dari suatu permasalahan tertentu ke dalam sistem yang lebih umum
untuk menyatakan dan memecahkan persamaan, yaitu kerangka berpikir logika
Deduksi.
Seperti telah disinggung di atas istilah
‘Aljabar’ berasal dari kata arab “al-jabr” yang berasal dari kitab ‘Al-Kitab
al-Jabr wa-l-Muqabala’ (yang berarti “The Compendious Book on Calculation by
Completion and Balancing”), yang ditulis oleh Matematikawan Persia Muhammad ibn
Musa al-Kwarizmi. Kata ‘Al-Jabr’ sendiri sebenarnya berarti penggabungan
(reunion). Matematikawan Yunani di jaman Hellenisme, Diophantus, secara
tradisional dikenal sebagai ‘Bapak Aljabar’, walaupun sampai sekarang masih
diperdebatkan siapa sebenarnya yang berhak atas sebutan tersebut Al-Khwarizmi
atau Diophantus?. Mereka yang mendukung Al-Khwarizmi menunjukkan fakta bahwa
hasil karyanya pada prinsip reduksi masih digunakan sampai sekarang ini dan ia
juga memberikan penjelasan yang rinci mengenai pemecahan persamaan kuadratik.
Sedangkan mereka yang mendukung Diophantus menunjukkan Aljabar ditemukan dalam
Al-Jabr adalah masih sangat elementer dibandingkan Aljabar yang ditemukan dalam
‘Arithmetica’, karya Diophantus. Matematikawan Persia yang lain, Omar Khayyam,
membangun Aljabar Geometri dan menemukan bentuk umum geometri dari persamaan
kubik. Matematikawan India Mahavira dan Bhaskara, serta Matematikawan Cina, Zhu
Shijie, berhasil memecahkan berbagai macam persamaan kubik, kuartik, kuintik
dan polinom tingkat tinggi lainnya.
Peristiwa lain yang penting adalah
perkembangan lebih lanjut dari aljabar, terjadi pada pertengahan abad ke-16.
Ide tentang determinan yang dikembangkan oleh Matematikawan Jepang Kowa Seki di
abad 17, diikuti oleh Gottfried Leibniz sepuluh tahun kemudian, dengan
tujuan untuk memecahkan Sistem Persamaan Linier secara simultan dengan
menggunakan Matriks. Gabriel Cramer juga menyumbangkan hasil karyanya tentang
Matriks dan Determinan di abad ke-18. Aljabar Abstrak dikembangkan pada abad
ke-19, mula-mula berfokus pada teori Galois dan pada masalah keterkonstruksian
(constructibility)
Tahap-tahap perkembangan
Aljabar simbolik secara garis besar adalah sebagai berikut:
1. Aljabar Retorik
(Rhetorical algebra), yang dikembangkan oleh bangsa Babilonia dan masih mendominasi sampai dengan abad ke-16;
2. Aljabar yang
dikontruksi secara Geometri, yang dikembangkan oleh Matematikawan Vedic India
dan Yunani Kuno;
3. Syncopated algebra,
yang dikembangkan oleh Diophantus dan dalam ‘the Bakhshali Manuscript’; dan
4.
Aljabar simbolik
(Symbolic algebra), yang titik puncaknya adalah pada karya Leibniz.
0 Comments