Artikel

6/recent/ticker-posts

Peningkatan Motivasi Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD


Masalah belajar  siswa di kelas untuk pelajaran Matematika menjadi sorotan penting karena matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang menjadi penentu kelulusan, dan masih banyak siswa yang merasa kesulitan dalam memecahkan masalah-masalah matematika, seperti dalam memahami soal, memilih pendekatan atau strategi pemecahan, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi. Kebanyakan guru dalam mengelola pembelajarannya, begitu saja berpindah dari satuan pembelajaran satu ke satuan pembelajaran berikutnya, tanpa menghiraukan siswa-siswa yang lamban, kurang memahami, atau bahkan gagal mencapai kompetensi yang direncanakan. Akibatnya, banyak siswa yang tidak menguasai materi pembelajaran secara tuntas, meskipun sudah dinyatakan lulus dari kompetensi dasar.
Kurikulum Berbasis Kompetensi atau KBK diberlakukan secara nasional pada  tahun   pelajaran 2004 / 2005 (Sunoto, 2002 : 87). Pendekatan dalam pengembangan kurikulumnya berorientasi pada pencapaian hasil (out-put oriented) yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi atau kemampuan yang dapat diperagakan.  Hasil belajar siswa dalam tiap mata pelajaran dinyatakan dengan lulus atau belum lulus. Dengan batas kelulusan 75 % menguasai bahan ajar. Siswa yang tidak lulus mengikuti program remidial, dan siswa yang lulus mengikuti program pengayaan atau mengikuti pembelajaran pada kemampuan dasar berikutnya (Sunoto, 2002 : 93). Namun demikian, batas kelulusan yang diterapkan disekolah-sekolah masih banyak yang belum sesuai dengan harapan yang ditetapkan oleh pemerintah, atau hasil belajar yang diharapkan belum mencapai ketuntasan belajar. Karena masih banyak masalah-masalah  yang harus dipertimbangkan dalam menerapkan batas kelulusan 75 %.
Masalah belajar  siswa di kelas untuk pelajaran Matematika menjadi sorotan penting karena matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang menjadi penentu kelulusan, dan masih banyak siswa yang merasa kesulitan dalam memecahkan masalah-masalah matematika, seperti dalam memahami soal, memilih pendekatan atau strategi pemecahan, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi. Kebanyakan guru dalam mengelola pembelajarannya, begitu saja berpindah dari satuan pembelajaran satu ke satuan pembelajaran berikutnya, tanpa menghiraukan siswa-siswa yang lamban, kurang memahami, atau bahkan gagal mencapai kompetensi yang direncanakan. Akibatnya, banyak siswa yang tidak menguasai materi pembelajaran secara tuntas, meskipun sudah dinyatakan lulus dari kompetensi dasar.  Banyak guru  yang belum memahami pembelajaran matematika dalam KBK, sehingga pelaksanaan pembelajaran di kelas belum memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan.  Kegiatan pembelajaran di kelas perlu diarahkan untuk membantu peserta didik menguasai tingkat kompetensi minimal agar  dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
STAD merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang pertama kali akan menggunakan model pembelajaran kooperatif hendaknya menggunakan tipe STAD (Slavin, 1995: 71).  Keistimewaan dalam STAD adalah bekerjasama dalam  kelompok belajar. Pelaksanaannya  menerapkan strategi kelompok belajar dengan anggota 4  – 5 siswa  dengan  memperhatikan perbedaan individu seperti tingkat kemampuan, jenis kelamin, kecepatan belajar, sosial budaya atau latar belakang yang berbeda.  Dalam mengembangkan model pembelajaran KBK, agar  dapat mencapai
hasil belajar yang baik atau mencapai ketuntasan belajar,  guru harus menerima perbedaan  antar  individu dan keterampilannya bekerja sama, serta guru  harus dapat mengelola pembelajaran untuk membangkitkan motivasi  belajar  siswa. Dalam hal ini,  guru dapat menggunakan pembelajaran berbasis konstruktivisme  yang didukung dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Slavin  dalam Ibrahim,et.al. (2000: 16) menelaah penelitian dan melaporkan bahwa 45 penelitian telah dilaksanakan antara tahun 1972 sampai dengan 1986, menyelidiki pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar. Studi ini dilakukan pada semua tingkat kelas  meliputi bidang studi bahasa, geografi, ilmu sosial, sains, matematika, bahas Inggris sebagai bahasa kedua, membaca, dan menulis. Studi yang ditelaah itu dilaksanakan di sekolah-sekolah kota, pinggiran, dan pedesaan di Amerika Serikat, Israel, Nigeria, dan Jerman. Dari 45 laporan tersebut, 37 di
antaranya menunjukkan bahwa kelas kooperatif menunjukkan hasil belajar akademik yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Tidak satupun studi menunjukkan bahwa kooperatif memberikan pengaruh negatif.
Usaha memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah secara lebih profesional harus dimiliki oleh guru. Guru harus mampu merenung, berpikir atau merefleksi mengenai apa saja kekurangan yang telah dilakukan dalam proses pembelajaran dalam rangka mengidentifikasi masalah dalam program pembelajaran yang dikelolanya.  Menurut Mulyasa (2004 : 105)   terdapat berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran antara lain : peningkatan aktivitas dan kreatifitas peserta didik, peningkatan disiplin belajar, dan peningkatan motivasi belajar. Pendekatan yang sangat membantu meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif adalah  pendekatan yang merupakan metode untuk mengembangkan motivasi dan minat peserta didik dalam diskusi kelompok kecil. Peningkatan motivasi dapat menjadi pendorong peserta didik untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Dalam kaitan ini guru dituntut memiliki  kemampuan membangkitkan motivasi belajar siswa sehingga dapat mencapai hasil  belajar yang diharapkan. 

Post a Comment

0 Comments